Sebuah Refleksi
Jika Menjadi Instruktur Tidak Penting
Oleh: Titis Nur Ilmi
(Instruktur KAMMI Jember)
(Instruktur KAMMI Jember)
Siapa yang bertanggung jawab dengan keberlangsungan
pergerakan ini, tentu orang-orang yang bergerak di dalamnya. Membangun organisasi
itu sulit, namun lebih sulit mempertahankan eksistensi-nya agar senantiasa
dapat bergerak di tengah-tengah dinamika zaman yang semakin menguji keteguhan
idealisme. Oleh karena itu, poros kaderisasi adalah poros paling penting yang
perlu diperhatikan. Jika dalam suatu organisasi memiliki beberapa poros untuk
membangun basis gerakan dan salah satunya mengalami stagnasi, dapat dikatakan
bahwa organisasi tersebut mati suri. Namun jika poros kaderisasi yang berhenti,
maka organisasi tersebut dapat dipastkan benar-benar mati.
Kaderisasi tidak hanya berbicara tentang banyak atau
sedikitnya rekrutmen. Kaderisasi juga tidak hanya berbicara tentang pe-riayahan
(penjagaan) kader agar tetap berada dalam barisan perjuangan sebuah pergerakan.
Kaderisasi lebih dari sekedar itu, poros ini memegang tanggung jawab terhadap internalisasi
jiwa ideolog agar para kadernya tetap konsisten dan konsekuen dalam menjalankan
roda perjuangan. Konsisten merupakan sebuah bentuk implementasi dari kesadaran
kader untuk terus berupaya mejadi motor penggerak di dalam sebuah organisasi, menjadi
inisiator dalam menyikapi masalah yang muncul, serta ajeg dalam berpikir untuk
keberlangsungan perjuangan.
Seorang kader yang terinternalisasi jiwa ideolog di dalam
dirinya selain memilik konsistensi bergerak juga konsekuen dengan komitmen
untuk berjuang dalam suatu pergerakan yang ia yakini mampu memberikan perubahan,
seperti halnya di KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Seorang
calon kader KAMMI yang terekrut melalui DM 1 (Dauroh Marhalah 1) dan kemudian
menjadi kader KAMMI, seyogyanya memahami bahwa keberadaannya di KAMMI tidaklah
sekedar menjadi pengamat. Sekalipun masih
berstatus sebagai AB 1, namun KAMMI tidak membatasi seorang kader menyampaikan
asprasi guna membangun basis gerakan. Hal ini sebenarnya yang ingin dibangun dengan
adanya Korps Instruktur, menginternalisasi ideologi KAMMI guna membangun
kesadaran berjuang.
Korps instruktur adalah bagian dari perangkat kaderisasi. Untuk
menjadi seorang instruktur diperlukan syarat mengikuti training yang disebut
dengan TFI (Trainning For Instructor). TFI hanya boleh diikuiti oleh mereka
yang minimal sudah menyandang status AB 2. Oleh sebab itu, penting sekali bagi
pada kader KAMMI khususnya AB 1 untuk segera meng-upgrade kapasitas dan
meningkatkan jenjang pengkaderan. Tentu hal ini akan sulit jika dari awal seorang
kader tidak memiliki dalam dirinya ideologi yang mengakar. Ideologi yang
mengakar tesebut tentu perlu ditumbuhkan yaitu dengan mengasah sense of belonging dan loyalitas terhadap
organisasi. Jika seorang kader sejak awal tergerak untuk terjun secara
totalitas untuk berkontribusi membesarkan organisasi dan bersama-sama berjuang
untuk tujuan yang menjadi visi misi bersama, maka dalam dirinya akan muncul rasa
memiliki dan loyalitas juga akan terbagun. Hal ini tidak akan tercapai jika
tidak ada kesadaran pada diri tiap-tiap kader. Tugas instruktur-lah untuk membuka
pintu gerbang kesadaran pemikiran yang harus terbangun dalam dauroh.
Waktu sebagai anggota biasa KAMMI terbatas tapi tidak bagi
Instruktur. Tugas atau amanah struktural pengurus KAMMI dari tingkat Komisariat
sampai dengan Pusat, semua memiliki masa jabat dalam satu periode kepengurusan
yaitu satu sampai dua tahun. Jika seorang kader KAMMI yang aktif sejak
bergabung di KAMMI dan kemudian menjadi pengurus Komisariat, Daerah, Wilayah,
dan Pusat secara kontinu, maka kurang lebih sekitar tujuh atau delapan tahun
ia akan berkecimpung dengan KAMMI. Bahkan jika seorang kader KAMMI hanya
berkecimpung di tingkat komisariat baik sebagai anggota biasa atau pengurus,
kemudian tidak lagi mengemban amanah kepengurusan di tingkat Daerah, Wilayah,
ataupun Pusat, ia masih berhak menyandang status anggota biasa KAMMI sampai berusia
30 tahun. Namun, Instruktur berbeda. Instruktur memiliki komitmen untuk
membangun gerakan ini sepanjang hayat masih di kandung badan. Artinya,
Instruktur adalah orang yang mau berkomitmen untuk mengabdikan diri membangun
basis gerakan seumur hidupnya. “Instruktur seumur hiidup” bukan sekedar slogan
tapi ini adalah perjuangan. Tentu banyak rintangan yang akan menghadang tapi
bagaimana Instruktur memperjuangkan konsistensi dan konsekuen dalam melangkah
itulah seni dalam berjuang. Bukankah Rasulullah telah meminta ummat untuk
berisitqomah? Maka sesungguhnya istiqomah itu sangat sulit kecuali bagi mereka
yang bersungguh-sungguh.
Instruktur seumur hidup. Apakah berat? Waktu dan kapasitas
yang akan menjawab itu karena sangat relativ untuk dijabarkan. Sejatinya
perjuangan sejati itu memang melalui onak dan duri. Namun semangat itu terbukti
dengan perjuangan sejak Korps Instruktur itu berdiri dan saat ini telah
tersebar secara sporadis di berbagai daerah di nusantara. Ini adalah bentuk
ikhtiar dalam memperbaiki sistem pengkaderan ke arah yang lebih baik. KAMMI
harus mampu mandiri dengan sistem pengkaderan yang dikelola secara independen.
KAMMI harus mengelola daurohnya sendiri dengan orang-orang
yang memahami ideologi KAMMI. Jika dahulu setiap DM 1 KAMMI mengundang pemateri
dari luar KAMMI, saat ini KAMMI berusaha mengelola daurohnya sendiri. Sebagaimana
pernyataan Rani Sintawati, Presiden KIW Jogjakarta bahwa sejak awal digagasnya basis instruktur di tahun 2004 oleh
KAMMI DIY, KAMMI memiliki cita-cita untuk memiliki model pengkaderannya sendiri.
Sekalipun belum juga goal secara nasional dengan dibawanya konsep instruktur
ini pada forum muktamar dan mukernas namun KAMMI DIY kemudian menjadi pilot project untuk
membuktikan gagasannya dengan dibentukknya Korps Instruktur DIY yang dinyatakan
oleh Ady Purwanto (Kepala Departemen Kaderisasi PP KAMMI 2004) yang disingkat
dengan Kopinda Jogja. Seiring perkembangan waktu Kopinda Jogja beralih nama
menjadi KID (Korps Instruktur Daerah). Sekarang, Korps Instruktur telah
mengakar di berbagai daerah, sekalipun beberapa daerah lain saat ini juga masih
dalam proses membangun korps, namun tidak sedikit yang sudah mencapai taraf
pengembangan Korps Instruktur baik di tingkat daerah atau wilayah. Keberadaan
Korps Instruktur Daerah atau Wilayah telah memberikan dampak yang signifikan
bagi rektutmen KAMMI. Sebagaimana juga diungkapkan oleh Eri Muriyan dalam
bukunya Mencintai KAMMI dengan Kritik, bahwa kehadiran entitas instruktur
benar-benar membawa angin segar bagi pengkaderan KAMMI. Jadi, apakah menjadi
Instruktur masih tidak penting?
(eds/18/11/2017)
Tidak ada komentar